Corrupted profile. · 1mo

Dengan ketelitian penuh khidmat, aku mengeluarkan gitar akustik dari tasnya yang tampak lusuh, seakan menyingkap artefak dari masa silam yang penuh makna. Jemariku yang cekatan mulai memetik senarnya, memastikan nada yang terhasilkan selaras dengan harmoni yang diharapkan. Setelah nada-nada itu terdengar sempurna, aku memulai permainan chord AM, sebuah pembuka yang menghantarkan lagu dari Wali berjudul "ToMat (Tobat Maksiat)."

Kata demi kata meluncur dari bibirku, seakan membawa pesan dari kedalaman jiwa:

"Dengarlah, hai sobat, saat kau maksiat
Dan kau bayangkan ajal mendekat
Apa 'kan kau buat? Kau takkan selamat
Pasti dirimu habis dan tamat..."

Setiap bait dan melodi mengalir dengan keindahan yang menggetarkan, menembus hati yang mendengarnya. Lirik-lirik itu beresonansi dengan jiwa, membawa pendengar pada perenungan mendalam tentang makna hidup dan kematian.

"Bukan ku sok taat, sebelum terlambat
Ayo sama-sama kita taubat
Dunia sesaat, awas kau tersesat
Ingatlah masih ada akhirat..."

Nada-nada itu bergema dalam keheningan, menciptakan suasana yang penuh perenungan dan introspeksi. Setiap petikan senar seolah-olah menggambarkan perjalanan rohani yang penuh liku.

"Ingat mati, ingat sakit, ingatlah saat kau sulit
Ingat, ingat hidup cuma satu kali
Berapa dosa kau buat? Berapa kali maksiat?
Ingat, ingat sobat, ingatlah akhirat..."

Lagu itu terus berlanjut, mengalir dengan intensitas emosional yang semakin mendalam, hingga tiba pada akhir yang penuh kesan. Nada-nada terakhir menghilang dalam keheningan, meninggalkan jejak harmoni yang terus menggema di benak pendengar.

Setelah selesai bernyanyi, senyum puas menghiasi wajahku. Dengan gerakan yang lembut dan penuh penghormatan, aku memasukkan kembali gitar ke dalam tasnya, memastikan setiap detail terjaga dengan baik. Gitar itu kemudian kugantungkan di belakang tubuhku, seolah-olah membawa kenangan indah bersama dengannya.

Dengan langkah yang tenang namun penuh arti, aku mengeluarkan tas cerewet dari saku, dan dengan senyum penuh harap, menodongkannya di hadapanmu. Sebuah isyarat halus yang meminta imbalan atas persembahan musikal yang baru saja kusajikan, mengharapkan pengakuan atas upaya yang telah kulakukan dengan sepenuh hati.

Kala itu sinar matahari sore yang masih gagah menampakan kehadirannya, sinarnya masih terik walau hawa dingin mulai terasa, riuh pikuk jalan bersaut-sautan memenuhi telinga sebagai akibat dari padatnya aktivitas manusia pada waktu ini, semua orang nampak lelah setelah seharian melakukan berbagai macam aktivitas, yang mereka pikirkan sekarang hanyalah ingin melakukan aktivitas seperti makan, tidur, bercengkrama dengan keluarga atau teman dan mencari hiburan, tak terkecuali diriku.
Kuputuskan untuk berhenti sejenak sebelum pulang rumah, kepalaku benar benar panas lantaran hari ini ada sesuatu yang tidak berjalan dengan mulus. Frustasi, akupun bersandar disebuah tembok dekat Abang penjual telur gulung sambil menyeruput es teh jumbo yang kubeli dengan kedok self reward karena berhasil menahan kesabaran (self reward kok tiap hari).
"Bang, Telu-" Kalimatku terputus kala mendapati ada sesosok orang yang mendekat kearah kami dan mengeluarkan gitarnya. Oalah rupanya...
"Bang telur gulung 10 ribu, yang anget ya" Lanjutku setelah agak menghiraukan sesosok tadi. Kemudian aku berjongkok disebelah gerobak si mamang sambil memainkan ponselku, alunan lagu mulai terdengar, rupanya ia menyanyikan lagu Tomat yang dipopulerkan oleh wali.
Aku mengernyit kala ia menyanyikannya, maksudku, diantara ribuan lagu kenapa lagu ini yang ia pilih? Seketika kepalaku yang sedang pusing malah jadi overthinking, apa mukaku terlalu maksiat sampai diingatkan untuk bertomat (tobat maksiat). Tapi syukurlah walau sedikit. Membuat overthinking, ia dapat membawakan lagunya dengan baik seperti audisi Indonesian Idol.
Tak terasa lagu berakhir ia mengeluarkan kantong kecil, aku yg tersadar langsung merogoh kantong baju dan celana dengan panik mengingat dimana aku menyimpan uang kecil, kemudian aku teringat kalau uangku terakhir sudah kugunakan untuk membeli telur gulung. Aku melihat kearahnya sambil tersenyum kecut.
"Bang duit gue udah jadi telur gulung, lu gue bayar pake QRIS bisa gak ya? Hehe"

Retrospring uses Markdown for formatting

*italic text* for italic text

**bold text** for bold text

[link](https://example.com) for link