sadly, they’re totally not okay… untuk saddha, meskipun kepulangan kembali wadya ke rumah mereka adalah sebuah berkah untuk dirinya yang patut dia syukuri di sepanjang hayatnya, saddha tetap menggendong banyak perasaan bersalah. he felt guilty, bagaimana saddha berlagak dan berpura-pura jika kehidupan pernikahan mereka masih baik-baik saja, bagaimana di setiap harinya dia harus membohongi wadya akan statusnya sebagai suaminya, bagaimana saddha harus pura-pura tegar saat orang yang benar-benar dicintainya, the love and the light of his life tidak punya barang satupun ingatan tentang dirinya. tapi saddha harus selalu tegar, harus senantiasa pamerkan senyum teduhnya di depan wadya, harus berlagak baik-baik saja di depan wadya, harus menjadi yang kuat diantara keduanya…karena mau bagaimanapun, dirinya memilih untuk bertanggung jawab atas hidup wadya kan? (saddha nggak pernah terpaksa untuk melakukan hal ini, but sometimes things got hard kan…) untuk wadya, it was quite shocking. bagaimana wadya harus bangun setiap pagi dengan ingatan yang tertinggal di bangku kuliah padahal dirinya sudah lulus beberapa tahun yang lalu, bagaimana wadya harus dengar dan percaya dengan fakta bahwa dirinya ternyata sudah menikah, bagaimana wadya harus coba proses semua kejadian yang telah terlewat dan berlalu begitu cepat untuk dirinya. karakter wadya yang berubah menjadi kekanakan sebenarnya adalah salah satu faktor penolongnya, dengan karakter itu, wadya dibuat nggak perlu memikirkan dalam-dalam tentang kejadian apa yang telah menimpanya, namun sebenarnya, suara berisik yang kerap datangi wadya adalah bentuk protes dari alam bawah sadarnya… some part of him mungkin sadar kalau dirinya tengah dibohongi…

jujur…keduanya sama-sama tersakiti dan ya…keduanya sama-sama berjuang kok…they deserve each others company..actually…
sender.. siapapun kamu, terima kasih sudah mengirimkan pertanyaan ini ya…aca love u soo much…❤️