Retrospring is shutting down on 1st March, 2025 Read more

hello, Anon-san! · 2y

Kak aku mau cerita jadi aku lahir di keluarga yg secara finansial tuh biasa aja. Bapakku dulu jadi TKI dan ibu sampai sekarang pedangang. Ibuku tuh punya keinginan dimana dia pengin semua anaknya berpendidikan dan sukses semua tanpa kecuali jadi ibuku ngajarin ke anak anaknya buat saling bantu. Jadi kakakku yang pertama sebut aja mba A, dia waktu itu kuliah di univ swasta yg terkenal di Jogja, waktu itu bapakku masih kerja jadi ortuku masih sanggup buat ngebiayain mba A. Dan gaji bapakku hampir 80% itu buat pendidikannya mba A sedangkan keperluan aku, kakaku yg kedua dan adikku itu ditanggung ibuku dari hasil jualan. Sampai akhirnya mba A lulus jadi sarjana dan diterima kerja. Trs kakakku kedua atau mba B ini hrs kuliah tapi kondisinya waktu itu bapakku kena PHK jadi terpaksa harus pulang dan semenjak itu bapakku udh ga kerja kecuali dapet panggilan, kaya serabutan gitu kak dan bapakku juga akhirnya bantu ibuku jualan. Ga lama dari itu si mba B kuliah di univ swasta. uang kuliah mba B ini ditanggung mba A tapi ortuku ga lepas tangan gitu aja, buat uang awal masuk kuliah si mba B ini pakai uang ortuku hasil pinjam di bank jadi tiap bulan ortuku hrs bayar ke bank. Oh iya Krn ibuku tuh mau semua anaknya sukses dan berpendidikan makanya ibuku pernah bilang kak, kalau nanti mba A udh jadi sarjana dan kerja, mba A bisa bantu ngebiayain kuliah mba B, dan klu mba B udh lulus dan kerja, mba B bantu kuliah aku, begitu juga aku kku aku dah lulus dan kerja aku bantu adikku. Tapi disini ortuku p kerja dan bantu memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi bisa dibilang ortuku bukan tipikal ortu yg ngebebanin semuanya ke anak nya kak. Tapi semenjak mba A nikah dia merasa jadi sandwich generasi yang semua masalah keuangan keluarga itu ditanggung dia. Padahal buat kebutuhan makan dan biaya sekolah aku dan adikku masih ditanggung ortuku. Mungkin bener ya kak kakaku jadi sandwich generasi tapi aku kadang mikir juga klu sandwich generasi tuh mereka bener bener ga dikasih hak dari ortunya tapi harus nanggung kewajiban ortu mereka. Sedangkan kakakku dia disekolahin sampai jadi sarjana di univ yg lumayan elit dan jadi satu satunya anak ibuku yg disekolahin di univ bagus Krn emang waktu itu kondisi keuangan ortu masih stabil. Dan pernah waktu itu mba A bilang ke aku, klu mau jadi ortu tuh hrs dipersiapkan dari awal jangan sampai ngebebanin anak anaknya sampai besar (supaya anaknya ga jadi sandwich generasi) , jujur aku sakit hati banget waktu mba A bilang gitu seakan nyindir kedua ortuku. Aku bingung kak disini siapa yang salah ortuku atau mba A? Oiya pernah aku sampai nangis waktu aku mau masuk kuliah dan mba B udh dapet kerjaan trs mba A bilang ke mba B buat kerja aja buat dirinya sendiri dalam artian ga usah bantu aku kuliah, aku nangis kak waktu itu Krn waktu itu 2021 dan kondisi keuangan ortu belum sepenuhnya stabil. Tapi Alhamdulillah nya mba B langsung ngebantah omongan mba A. Aku bersyukur mba B beda pemikiran sama mba A. Jadi menurut kakak pemikiran ku tuh salah atau cara ortuku yang salah. Atau cara pikir mba A ini yang salah. Sebenarnya siapa yang salah, Krn dari tahun tahun kemarin sampai sekarang aku mikirin ini tapi ga pernah ketemu jawabannya.

halo, anon-san! terima kasih ya sudah berkenan menunggu ceritaku. udah sebulanan emang nggak aktif retrospring karena aktivitas real life, alasan kesehatan, dan jam rutinitas yang bergeser sejak bulan puasa. terima kasih juga telah percaya sama safe space abal-abalku dan berkenan berbagi cerita di sini.

kalau ditanya siapa yang salah dan kita terlalu fokus ke sana, pikiran dan energi kita akan terbuang sia-sia ke sana karena emang nggak ada jawaban "hitam" dan "putihnya". mungkin kamu nggak terima dengan jawabanku, tapi sebagai orang yang berlatar belakang keilmuan sosial-humaniora, kalau ngomongin dinamika manusia baik dari lensa individu (level mikro; misalnya Psikologi) atau lensa masyarakat (level makro; misalnya Sosiologi) dan kita fokus menghitamputihkan apa yang terjadi, bisa duarrr mbledos bolong otaknya wkwk! so far ya, sebagai anak soshum yaa hanya bisa berusaha memandang segalanya dari berbagai sisi secara holistik sembari berusaha memahami segala yang tengah terjadi, mulai dari pencetus hingga motif/alasannya. tapi gue tetep punya patokan kira-kira kalau kelakuan X bisa dibenarkan atau tidak ya? seperti itu. kedua, dalam safe space ini aku tidak akan menekankan/memberikan solusi bahkan menjawab siapa yang salah dan yang benar. apapun aku bukan kamu, sengerti-ngertinya aku yaa gak bakal sampe 100%. kamu yang lebih berhak menilai dan memutuskan, karena kamulah yang menjalani semuanya dari awal hingga detik ini.

doktrin ajaran orang tua adalah salah satu hal yang cukup berpengaruh dalam membentuk value judgment seorang anak. kamu dan saudara-saudara kandungmu sudah diberikan pemahaman bahwa saudara 1 bertanggung jawab atas saudara 2, saudara 2 bertanggung jawab atas saudara 3, dan seterusnya. sehingga di sini aku melihat bahwa kamu "satu suara" dengan orang tuamu: kamu bertanggung jawab atas keluargamu, sesuai dengan ajaran orang tuamu, dan mungkin juga didukung oleh nilai-nilai agama seperti "kalau nggak ngurusin orang tua sama aja durhaka", misalnya. jika sudah menyentuh value seseorang, aku semakin tidak berhak membantah dan tidak bisa sesukanya menegosiasikan value-ku ke kamu.

case-nya di sini, kakakmu sepertinya mendapat pemahaman lain yang mungkin didapat selama kuliah. I mean, ucapan kakakmu bukanlah sindiran. memang sandwich gen terjadi karena, salah satunya, ketidaksiapan orang tua dalam mempersiapkan dana tua. terminologi/istilah sandwich gen ini dicetuskan oleh A. Miller di tahun 1981, dan masuk ke dalam suatu fenomena sosial yang umumnya sudah terjadi secara turun menurun. in other words, bisa jadi orang tuamu adalah sandwich gen juga tanpa kamu sadari. sehingga pemahaman itu pun "diteruskan" ke anak-anaknya, salah satunya kamu. melihat hal ini, seandainya ucapan kakakmu benar bahwa orang tuamu belum menyiapkan dana tuanya, yaa wajar aja. bisa jadi karena orang tuamu "mantan" generasi sandwich? kayak lingkaran setan ya, kalau dilihat-lihat...

jika kakak pertamamu bilang ke kakak keduamu bekerja untuk dirinya sendiri, nggak salah juga menurut logikaku ya. karena posisimu masih sebagai anak yang belum sepenuhnya mandiri, sehingga masih sepenuhnya menjadi tanggungan orang tua hingga nanti kamu berumur 21 tahun (ada undang-undangnya, lho. jadi aku nggak ngomong kosong doang). tapi if I were your older sister, aku akan tetap membantu keluarga SEMAMPUKU. monmap pake kepslok, soalnya nggak ada fitur nge-bold tulisan kayak di WA :') yang namanya "ngebantu" kan harus berkapasitas, nih. bayangin aja kita mau nolongin orang yang kelelep di pantai, tapi kita sendiri nggak bisa renang/skill renang kita belum jago-jago banget. lah piye mau nolongin orang lain? jangan-jangan malah kita ikut-ikutan kelelep, kan gitu.

soal "balas budi orang tua", sebenarnya tidak harus berbentuk uang kok. dengan kamu berlaku baik sebagai seorang anak, nggak berulah kayak si anak yang bapaknya ternak rubicon itu (CHUAKS!) pun sudah cukup lho sebenernya. tapi KEY POINT-nya memang pemahaman seorang anak harus mengurusi orang tua dan keluarganya di hari tua ini sudah menjadi doktrin yang mengakar masuk ke dalam masyarakat, sehingga bagi siapa saja yang tidak mengikutinya akan dicap sebagai anak durhaka atau anak tidak tahu terima kasih. kalau kayak gitu bukankah sama saja mengobjektifikasi anak sebagai "media investasi (bodong)"? bahkan di Al-Qur'an saja tidak ada perintah Allah eksplisit untuk menanggung biaya keluarga hingga terjebak sebagai sandwich gen dan hidup menderita secara fisik dan mental. tanggung jawab kita sebagai anak yaa berlaku dan bertutur baik, menghargai keberadaan orang tua, hingga mendoakannya meski mereka sudah tiada.

mungkin jawabanku akan dianggep "kelewat liberal" sama kamu, mungkin kamu nganggep aku sama kayak kakak pertamamu, ya? tapi di sini aku sudah berusaha seobjektif mungkin dalam merespon cerita ini. kalau ditanya, "apa cara pikir mba A ini yang salah?", menurutku yaa, tidak ada cara pikir yang salah. tiap orang punya pertimbangannya sendiri, punya value-nya sendiri, punya alasannya sendiri. kalau beda bukan berarti salah, pun kalau sama bukan berarti benar. mungkin juga responku tidak membantu banyak buat kamu yang sedang berusaha mencari jawabannya, karena (1) kata-kata yang kugunakan adalah "respon", bukan "jawaban"; dan (2) balik lagi ke statement-ku di paragraf ke-2 kalo ga salah...? safe space ini bukan untuk menjawab atau memberikan solusi mutlak atas cerita-cerita anon-san. apapun hal yang sedang kamu hadapi, kamu sudah berjuang sangat keras dan sangat baik. terima kasih ya, telah lahir di dunia ini. kamu layak untuk hidup sehat dan menemukan bahagiamu. semangat!

Retrospring uses Markdown for formatting

*italic text* for italic text

**bold text** for bold text

[link](https://example.com) for link